Bisnis.com, BALIKPAPAN – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur memulai langkah strategis meninggalkan ketergantungan ekonomi berbasis tambang menuju transisi energi rendah emisi, meskipun wilayah ini masih menjadi kontributor terbesar produksi batubara nasional.
Menurut data yang dihimpun oleh Ditjen Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Provinsi Kaltim menyumbang 368 juta ton dari total 688 juta ton produksi batubara Kalimantan pada 2024, atau setara 82% produksi nasional.
Angka ini melampaui Kalimantan Selatan (237 juta ton), Kalimantan Tengah (39 juta ton), Kalimantan Utara (28 juta ton), dan Kalimantan Barat (15 juta ton).
Staf Ahli Gubernur Kaltim Bidang SDA, Perekonomian Daerah, dan Kesejahteraan Rakyat, Arief Mardiyatno menyatakan pemerintah sadar bahwa 'emas hitam' ini tidak akan bertahan selamanya.
"Kami mendorong kegiatan pertambangan di Kaltim mulai diarahkan pada hilirisasi dan industrialisasi," ujarnya di Hotel Fugo, Samarinda, Rabu (9/7/2025).
Arief menekankan pentingnya pengembangan produk turunan batubara seperti DME, metanol, dan material karbon maju.
Baca Juga
Di sisi lain, transformasi ini memerlukan komitmen penuh dari seluruh pemangku kepentingan.
"Kami mendukung penuh komitmen bersama dalam membangun sektor pertambangan yang bertanggung jawab, transparan, berdaya saing global, peduli terhadap pemulihan lahan, keselamatan kerja, pemberdayaan masyarakat, dan transisi menuju energi rendah karbon," terang Arief.
Lebih lanjut, dia menyebutkan Gubernur Kaltim berharap setiap perusahaan tambang berpartisipasi aktif dalam pembangunan daerah pascatambang.
"Termasuk juga penataan lahan bekas tambang yang fungsional, dan penyusunan program tanggung jawab sosial yang berbasis pemberdayaan masyarakat, pendidikan vokasi, dan penguatan UMKM lokal," sebutnya.
Sementara itu, Arief mengungkapkan visi Kaltim sebagai provinsi modern, hijau, dan inklusif menuntut penerapan tata kelola pertambangan yang baik.
Prinsip keterbukaan informasi, pelibatan masyarakat, dan kepastian hukum menjadi fondasi utama transformasi ini.
"Untuk itu, kami berharap kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, pelaku usaha, dan asosiasi seperti APBI dapat terus diperkuat, termasuk dalam harmonisasi regulasi, penegakan aturan, percepatan perizinan berintegritas, serta pembinaan teknis dan pemanfaatan teknologi lingkungan yang mutakhir," pungkasnya.