Bisnis.com, BALIKPAPAN – Kasus anak yang berhadapan dengan hukum diklaim menunjukkan penurunan di Balikpapan, akan tetapi fakta di lapangan berkata lain.
Namum, realitas di lapangan mengindikasikan adanya fenomena gunung es yang perlu mendapat perhatian serius dari seluruh stakeholder.
Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Balikpapan Edy Gunawan menyatakan hingga pertengahan tahun ini tercatat sekitar 200 laporan kasus anak yang berhadapan dengan hukum.
Angka tersebut menunjukkan penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan fenomena gunung es yang tak terlihat sepenuhnya ke permukaan.
"Itu yang dilaporkan, belum lagi yang tidak dilaporkan," kata Edy Gunawan kepada awak media, Kamis (10/7/2025).
Edy menambahkan, distribusi kasus anak tersebar merata di berbagai wilayah Kota Balikpapan, dengan karakteristik masalah yang bervariasi.
Baca Juga
Salah satu yang mencuri perhatian adalah maraknya praktik penyalahgunaan lem di beberapa area tertentu.
Edy menekankan bahwa upaya preventif merupakan tanggung jawab kolektif yang harus dimulai dari unit terkecil masyarakat.
"Keluarga adalah benteng pertama dan utama dalam melindungi anak-anak kita," ujarnya.
Dia menggarisbawahi pentingnya pola asuh yang tepat disertai dengan penguatan nilai-nilai religi sebagai fondasi karakter anak.
Orang tua juga perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi ancaman yang secara paradoks justru kerap berasal dari lingkaran keluarga.
"Data menunjukkan bahwa pelaku kejahatan terhadap anak sering kali adalah orang-orang yang dipercaya dalam lingkungan rumah tangga," ucap dia.
Edy melanjutkan, Pemerintah Kota Balikpapan telah merancang serangkaian program intervensi yang sistematis.
Program sosialisasi intensif dilakukan melalui kolaborasi dengan mitra strategis, termasuk PKK dan PSM di tingkat kelurahan.
Sementara itu, untuk penanganan pasca-kejadian, pemerintah menyediakan layanan pendampingan psikologis guna memulihkan kondisi mental korban dan keluarganya.
Langkah ini dipandang penting mengingat dampak trauma yang berpotensi berkelanjutan.
Dalam hal rehabilitasi dan reintegrasi, Edy memaparkan anak-anak yang terlibat dalam proses hukum diupayakan kembali ke jalur pendidikan formal.
Bagi yang mengalami hambatan, alternatif melalui balai latihan kerja menjadi solusi praktis yang disiapkan.
"Sebagai upaya terakhir, puluhan anak, termasuk anak jalanan, telah kami fasilitasi untuk melanjutkan pendidikan di sekolah khusus setingkat SMP dan SMA di Samarinda," paparnya.
Edy turut menegaskan komitmen untuk memastikan kesetaraan kesempatan bagi seluruh anak, khususnya mereka yang berada dalam kelompok rentan seperti anak perempuan dan penyandang disabilitas.
"Mereka harus mendapat dukungan, modal, dan ruang eksplorasi potensi tanpa diskriminasi," pungkasnya.