Bisnis.com, BALIKPAPAN - Sektor perbankan Kalimantan Timur mencatatkan pertumbuhan kredit 3,03% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada kuartal I/2025.
Penyaluran kredit ini, mengalami deselerasi dari pencapaian kuartal sebelumnya yang mencapai 4,05% yoy.
Angka ini sekaligus mempertontonkan kesenjangan yang kian lebar dengan kinerja nasional yang tumbuh sebesar 9,69% yoy.
Fenomena ini tentu menjadi pil pahit, mengingat pertumbuhan kredit Kaltim secara konsisten melampaui rata-rata nasional hingga akhir 2023.
Namun, sejak awal 2024, tren tersebut berbalik arah dengan kinerja regional yang tertinggal dari realitas nasional.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Kalimantan Timur, Budi Widihartanto, menegaskan bahwa kondisi ini tidak mengurangi optimisme terhadap stabilitas sektor perbankan daerah.
Baca Juga
"Stabilitas sistem keuangan relatif terjaga didorong penyaluran kredit yang tumbuh positif diiringi dengan risiko kredit yang rendah," ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (8/7/2025).
Dari sisi komposisi, kredit konsumsi menjadi motor penggerak pertumbuhan dengan capaian 13,03% yoy, didorong oleh momentum konsumsi masyarakat selama periode Ramadan dan Idul Fitri.
Sementara itu, kredit investasi mencatatkan pertumbuhan 2,55% yoy, meningkat dari periode sebelumnya. Sebaliknya, kredit modal kerja mengalami kontraksi 1,32% yoy.
Kemudian, Budi mengungkapkan dominasi korporasi dalam struktur kredit masih sangat kuat dengan pangsa 63,99% dari total penyaluran, disusul sektor perseorangan 30,07% dan pemerintah 0,02%.
Pola ini mencerminkan karakteristik ekonomi Kaltim yang didominasi industri berbasis sumber daya alam.
Kendati demikian, Budi menyebutkan indikator kesehatan kredit menunjukkan tren positif.
Tingkat non-performing loan (NPL) tercatat 1,20% pada kuartal I/2025, atau naik tipis dari 1,08% pada periode sebelumnya.
Adapun, peningkatan ini tersebar di seluruh segmen, dengan NPL kredit konsumsi mencapai 2,21%, modal kerja 1,59%, dan investasi 0,46%.
"Tingkat NPL di Kaltim yang masih rendah dan berada di bawah threshold 5%, ini tidak terlepas dari upaya penerapan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko oleh pihak perbankan," pungkasnya.