Bisnis.com, BALIKPAPAN - Kalimantan Timur (Kaltim) menjadi provinsi penghasil ekspor terbesar ketiga nasional dengan nilai US$25,5 miliar pada 2024, atau berkontribusi 9,55% dari total ekspor Indonesia.
Negosiator Perdagangan Ahli Madya Direktorat Perundingan Bilateral Kementerian Perdagangan Heny Rusmiyati menyatakan pencapaian ini tak lepas dari optimalisasi 14 perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA) bilateral yang telah dimiliki Indonesia.
"Membuka pasar non-tradisional sangat penting untuk memperluas akses ekspor sekaligus beradaptasi terhadap fluktuasi global," kata Heny Rusmiyati dalam keterangan resmi, Jumat (22/8/2025).
Dia menambahkan, ekspor Kaltim masih didominasi komoditas primer, batu bara (HS 2701) merajai dengan nilai US$16,47 miliar, disusul lignit US$ 2,28 miliar, dan minyak sawit US$ 2,24 miliar.
Republik Rakyat China (RRC) tetap menjadi mitra dagang utama dengan nilai ekspor US$8,7 miliar, diikuti India US$3,5 miliar, dan Jepang US$2 miliar.
Meski begitu, tren perdagangan periode 2015 hingga 2024 menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 7,54%.
Baca Juga
Data pemanfaatan Surat Keterangan Asal (SKA) menunjukkan Form E (ASEAN-China FTA) mendominasi dengan nilai US$5,8 miliar, diikuti Form D (ASEAN) US$3 miliar.
Artinya, peluang optimalisasi perjanjian perdagangan bilateral lainnya masih terbuka.
Dia mengungkapkan Indonesia saat ini tengah merundingkan 9 FTA dan menjajaki 15 perjanjian lainnya.
Beberapa perjanjian dalam tahap penyelesaian antara lain Indonesia-EU CEPA yang telah mencapai kesimpulan politik, serta Indonesia-Peru CEPA yang baru ditandatangani 11 Agustus 2025.
Heny menekankan urgensi hilirisasi komoditas ekspor sebagai strategi peningkatan daya saing.
"Hilirisasi komoditas ekspor meningkatkan nilai tambah produk dan daya saing, sekaligus membuka lapangan kerja baru melalui tumbuhnya industri pengolahan di daerah," katanya.
Dia menyebutkan, produk potensial untuk dikembangkan meliputi furnitur dan kerajinan kayu, fillet ikan beku, olahan rumput laut, kopi, olahan kakao, hingga minyak atsiri dari tanaman hutan.
Selain itu, Pemerintah terus mengintensifkan upaya peningkatan daya saing ekspor melalui digitalisasi perizinan platform INATRADE dan e-Certificate of Origin.
Heny menyebut program pelatihan SDM ekspor turut diselenggarakan Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Ekspor dan Jasa Perdagangan (PPEJP) bersama instansi terkait.
Dukungan 44 perwakilan luar negeri melalui Atase Perdagangan dan Indonesia Trade Promotion Center (ITPC) juga menjadi tulang punggung penetrasi pasar internasional.
Trade Expo Indonesia ke-40 yang dijadwalkan pada 15-19 Oktober 2025 diharapkan dapat memperkuat posisi Indonesia di kancah perdagangan global.
Dia menyampaikan, semester I/2025 mencatat peningkatan ekspor Indonesia sebesar 7,7% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, mencapai US$ 135,4 miliar.
Capaian ini memberikan optimisme bagi pencapaian target ekspor nasional. Namun, tantangan diversifikasi pasar dan produk tetap memerlukan perhatian serius.
Dia menuturkan ekspansi ke kawasan Afrika, Timur Tengah, dan Asia Selatan sebagai pasar non-tradisional menjadi agenda prioritas untuk mengurangi ketergantungan pada mitra dagang konvensional.