Bisnis.com, BALIKPAPAN – Tekanan inflasi di Kalimantan Timur (Kaltim) diproyeksikan akan kembali mengalami tren penurunan menjelang kuartal I/2025 dari periode sebelumnya.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Kalimantan Timur, Budi Widihartanto, menyatakan proyeksi ini membawa optimisme, terutama karena inflasi diperkirakan akan berada dalam koridor target sasaran yang telah ditetapkan.
"Laju inflasi yang lebih rendah terutama disebabkan oleh penyesuaian kembali harga-harga komoditas pasca momentum HBKN Nataru dan masa panen beberapa komoditas pangan di bulan Februari yang berpotensi menunrunkan harga sejumlah komoditas pangan," kata Budi Widihartanto dalam keterangan resmi, Rabu (26/3/2025).
Dia menambahkan, gelombang konsumsi tinggi yang biasanya menyertai momen tersebut diyakini akan surut sehingga memberikan ruang bagi harga untuk kembali pada titik yang seimbang.
Selain itu, Budi mengatakan panen raya beberapa komoditas pangan yang diprediksi terjadi pada bulan Februari 2025 diharapkan menjadi katalisator penurunan harga, terutama di sektor pangan yang seringkali menjadi biang inflasi.
Di sisi lain, kebijakan pemerintah terkait penurunan tarif listrik pada bulan Januari dan Februari 2025 juga diharapkan memberikan kontribusi positif terhadap pengendalian inflasi.
Baca Juga
Menurutnya, reduksi tarif ini secara langsung akan meringankan beban biaya operasional berbagai sektor industri dan rumah tangga, sehingga pada gilirannya dapat meredam tekanan harga.
Kendati demikian, euforia penurunan inflasi ini tidak lantas membuat otoritas terkait lengah. Potensi peningkatan harga menjelang bulan Ramadhan pada Maret 2025 masih menjadi sorotan.
Budi menjelaskan tradisi konsumsi yang meningkat tajam selama bulan suci ini dapat menjadi faktor pendorong inflasi yang signifikan, hingga menggerus capaian penurunan inflasi yang telah diraih sebelumnya.
Menurut data yang dihimpun oleh Kpwbi Kaltim, inflasi tahunan Kaltim pada Januari 2025 tercatat sebesar 0,21% year-on-year (yoy) atau merosot tajam dibandingkan dengan 1,47% (yoy) pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Bahkan, inflasi bulanan mengalami deflasi sebesar -1,00% month-to-month (mtm), atau berbalik arah dari inflasi 0,31% (mtm) pada bulan sebelumnya.
Deflasi bulanan ini, kata Budi, terpantau karena dorongan dari penurunan tarif listrik yang jelas memberikan dampak signifikan pada kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga.
Namun, utamanya kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang masih menjadi kontributor utama inflasi di Kaltim pada Januari 2025. Kelompok ini menyumbang andil inflasi sebesar 1,01% (yoy) dengan laju inflasi 3,43% (yoy).
Kendati demikian, patut dicatat bahwa angka ini lebih rendah dibandingkan dengan Januari 2024 yang mencatat andil 1,70% (yoy) dan laju inflasi 5,76% (yoy).
Selanjutnya, Budi mengungkapkan penurunan inflasi pada kelompok ini didorong oleh koreksi harga pada komoditas sayuran, beras, dan daging ayam ras, seiring dengan musim panen di beberapa sentra produksi dan penyesuaian permintaan pasca HBKN Nataru.
Sebaliknya, kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga justru menjadi jangkar yang menahan laju inflasi lebih jauh pada Januari 2025.
Kelompok ini mencatatkan deflasi sebesar -8,77% (yoy) dengan pangsa -1,51% (yoy) atau berbanding terbalik dengan kondisi Januari 2024 yang justru mencatat inflasi pada kelompok ini.
"Deflasi yang terjadi pada kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga diakibatkan oleh penurunan tarif listrik pada bulan Januari seiring dengan kebijakan tarif diskon listrik yang diberikan oleh pemerintah," ucapnya.
Adapun, Budi menuturkan ancaman upside risk dari sisi permintaan dan supply, terutama di tengah potensi anomali cuaca yang menuntut kesiapsiagaan dan langkah antisipatif yang terukur dari seluruh pihak terkait.
Sebagai informasi, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprakirakan pada Maret 2025, sebagian besar wilayah Kaltim akan mengalami curah hujan intensitas menengah hingga tinggi (200-500 mm per bulan), serta berpotensi mengalami banjir dengan intensitas aman hingga rendah.
Peningkatan curah hujan tersebut dinilai tidak hanya berisiko memengaruhi proses tanam komoditas hortikultura yang rentan terhadap kondisi cuaca ekstrim, tetapi juga memengaruhi proses panen, aktivitas nelayan, serta penyaluran/ distribusi komoditas pangan dari daerah sentra yang sebagian besar memanfaatkan jalur perairan.