Bisnis.com, PONTIANAK – Kubu Raya menggunakan mekanisme penilaian Marine Stewardship Council (MSC) sebagai standar dalam praktik penangkapan kepiting bakau di perairan Kabupaten Kubu Raya.
Kepala Unit Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kubu Raya Unit XXXIII Ponty Wijaya mengatakan, potensi besar di sektor perikanan disertai nilai ekonomi tinggi mendorong upaya komprehensif agar kepiting ini dikelola secara berkelanjutan.
“Sangat penting melibatkan masyarakat dari awal sampai proses kegiatan berjalan bila perlu program pendampingan masyarakat terutama dalam menyusun aksi praktik penangkapan kepiting,” kata Ponty dari keterangan pers diterima Bisnis, Rabu (4/10/2017).
Hal itu disampaikannya dalam sosialisasi hasil kajian penilaian awal dengan standar MSC di Pontianak, Senin (2/10/2017). Teknik MSC ini memperlihatkan bahwa perikanan kepiting bakau di Kubu Raya sudah berlangsung sejak 1980 yang menggunakan alat tangkap rakang.
Menurutnya, Kubu Raya mempunyai potensi mangrove paling lengkap dan memiliki jenis-jenis hewan langka sehingg perlu pendekatan ekowisata.
Kepala Desa Sungai Nibung Syarif Ibrahim mengatakan, infrastruktur ketersediaan bibit kepiting untuk budidaya sangat dibutuhkan masyarakat dan mereka berharap ada pendampingan agar sekligus mendorong kesejahteraan masyarakat setempat tanpa harus merusak lingkungannya.
Baca Juga
Manajer Program Kalbar WWF-Indonesia Albertus Tjiu mengatakan, alat tangkap rakang kemudian beralih ke bubu pada 2007 untuk menangkap kepiting. “Ada penurunan jumlah kepiting bakau sejak 2011 karena penggunaan bubu,” kata Albert.
Kendati demikian, menurutnya, justru bubu sangat efektif untuk menjaga kepiting di sana terutama yang berukuran masih kecil.
Sebelumnya, semua nelayan bebas menangkap kepiting di semua lokasi dan belum ada pengaturan dan strategi penangkapan ke skema berkelanjutan.
“Oleh karena itu kami berharap MSC menjadi informasi penting dalam pengelolaan perikanan kepiting berkelanjutan di Kubu Raya,” ujarnya.