Bisnis.com, PALANGKA RAYA - Yayasan BOS kerjasama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Tengah kembali memindahkan 12 orang utan dari Nyaru Menteng ke Pulau Pra-pelepasliaran Salat di Kabupaten Pulang Pisau untuk menjalani tahap akhir rehabilitasi.
Pulau pra-pelepasliaran harus memiliki lingkungan menyerupai habitat hutan dan memiliki sumber pakan alami yang cukup serta terjaga, namun tetap terpantau dengan baik, kata CEO Yayasan BOS Jamartin Sihite melalui rilis pers, Palangka Raya, Rabu (5/4/2017).
"Proses Rehabilitasi bisa mencapai tujuh tahun dan dilakukan secara bertahap, mulai dari baby school hingga naik ke sejumlah tingkatan di Sekolah Hutan. Hampir mirip sekolah manusia. Waktunya juga bisa mencapai 7 tahun," ucapnya.
Dikatakan, saat ini ini daya tampung ideal di Nyaru Menteng hanya sekitar 300 orang utan, sementara jumlah yang masih direhabilitasi mencapai 480 orang utan, dengan 100 diantaranya siap memasuki tahap akhir di pulau pra-pelepasliaran.
Jamartin mengatakan Yayasan BOS pun mencanangkan target untuk bisa memindahkan setidaknya 100 orang utan dari Nyaru Menteng ke Pulau Salat di tahun 2017. Hanya, untuk memenuhi target itu, dibutuhkan kawasan berhutan cukup besar untuk menampung orang utan tersebut.
"Yayasan BOS pun telah bekerja bersama dengan PT Sawit Sumbermas Sarana (SSMS) Tbk, untuk mengelola lahan berhutan seluas 2.100 hektar di Pulau Salat. Di mana Yayasan BOS mengusahakan 655 hektar dan PT SSMS Tbk seluas 1.434 hektar," bebernya.
Baca Juga
CEO Yayasan BOS menyebut dari tahun 2012 hingga tahun 2016 pihaknya telah melepasliarkan 250 orang utan ke habitat aslinya di hutan. Meski begitu, masih banyak orang utan lain yang menanti di pulau pra-pelepasliaran karena kandang-kandang Yayasan BOS telah penuh.
Dia mengatakan hadirnya Pulau Salat membuat Yayasan BOS mulai memindahkan orang utan yang telah lulus Sekolah Hutan di Nyaru Menteng, masuk ke tahap pra-pelepasliaran. "Semakin banyak orang utan bisa kami pindahkan, semakin cepat kami dapat mempersiapkan orang utan-oran gutan di pulau itu untuk dilepasliarkan di hutan," katanya
"Pemanfaatan Pulau Salat ini merupakan terobosan yang melibatkan banyak donor di dunia konservasi, pemerintah, masyarakat, serta pelaku bisnis. Kita sudah melihat bahwa apabila kita bekerja bersama, upaya konservasi orang utan dan habitatnya tentu akan terwujud," demikian Jamartin.