Bisnis.com, BALIKPAPAN — Gagasan mengubah lahan bekas tambang batu bara di Kalimantan Timur (Kaltim) menjadi sentra produksi pelet kayu (wood pellet) kembali mencuat.
Momentum ini dinilai sebagai opsi dalam transformasi ekonomi Kalimantan Timur. Namun, pengamat ekonomi Universitas Mulawarman, Hairul Anwar, menggarisbawahi kompleksitas proyek tersebut.
"Untuk memproduksi pelet, dibutuhkan pasokan kayu berkelanjutan yang artinya harus ada Hutan Tanaman Industri (HTI) baru. Hal ini perlu investasi (modal) lagi," kata Hairul Anwar dalam sambungan telepon, Senin (28/7/2025).
Lebih lanjut, dia menekankan bahwa kunci sukses transformasi ke pelet kayu terletak pada kejelasan regulasi.
"Jika pengembangan pelet kayu diwajibkan sebagai bagian dari Standar Operasional Prosedur (SOP) pengakhiran tambang, ini bisa menjadi solusi reklamasi yang efektif. Namun tanpa aturan tegas, inisiatif ini hanya akan menjadi peluang bisnis terpisah," ucap dia.
Sementara itu, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Kaltim, Budi Widihartanto, mengungkapkan bahwa pengembangan industri pelet kayu masih tersendat.
Baca Juga
"Harga jual di pasar domestik belum kompetitif karena regulasi zero emission belum diterapkan secara ketat sesuai Paris Agreement," ujar Budi Widihartanto.
Di sisi lain, Bank Indonesia bersama pemerintah daerah telah mengidentifikasi 3 sektor strategis dalam upaya mencari sumber pertumbuhan ekonomi baru yang berkelanjutan.
Pertama, industri olahan melalui hilirisasi produk pertanian dan kelautan. Kedua, pariwisata minat khusus.
Ketiga, ekonomi hijau pascatambang dengan memanfaatkan lahan bekas tambang untuk menanam tanaman penghasil energi seperti kaliandra dan gamal.