Bisnis.com, BALIKPAPAN – Kondisi ekonomi petani di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) tertekan pada April 2025 terlihat dari NTP yang anjlok 2,25%.
Nilai Tukar Petani (NTP) Kaltim mengalami kontraksi sebesar 2,25% dibandingkan bulan sebelumnya, Maret 2025, dan berada di level 145,58.
Kepala BPS Provinsi Kalimantan Timur Yusniar Juliana menyatakan penurunan indikator vital kesejahteraan petani ini mengindikasikan daya beli petani Kaltim yang melemah.
Dia melanjutkan, penurunan NTP ini tentu tidak berdiri sendiri. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP), yang lebih fokus pada kemampuan petani membiayai ongkos produksi juga turun 1,68% menjadi 152,62 dari posisi 155,23 pada Maret 2025.
"Penurunan NTP Kaltim dipicu oleh dinamika 2 komponen utamanya," ujar Yusniar Juliana dalam keterangan resmi, Senin (5/5/2025).
Sementara itu, harga jual produk pertanian yang diwakili Indeks Harga yang Diterima Petani (It) turun sebesar 1,53% (dari 182,43 menjadi 179,63).
Baca Juga
Di sisi lain, Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) yang mencakup biaya konsumsi rumah tangga serta Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal (BPPBM) justru naik 0,73% (dari 122,50 menjadi 123,39).
Tak pelak, kombinasi penurunan pendapatan dan kenaikan pengeluaran inilah yang menekan daya tukar petani.
Tekanan dari sisi penerimaan akibat penurunan harga beberapa komoditas ini kian diperparah dengan meningkatnya beban pengeluaran, baik untuk kebutuhan hidup (Indeks KRT naik 0,95%) maupun biaya produksi (Indeks BPPBM naik 0,15%).
Lebih lanjut, 3 dari 5 subsektor pertanian mengalami penurunan NTP. Pertama, Nilai Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) mengalami penurunan terdalam sebesar 3,53% (menjadi 203,15).
Kedua, Hortikultura (NTPH) turun 2,27% (menjadi 124,38). Ketiga, Peternakan (NTPT) turun 1,06% (menjadi 106,00).
Sebaliknya, 2 subsektor masih mencatat kenaikan tipis yaitu Perikanan (NTNP) sebesar 1% (menjadi 101,57) dan Tanaman Pangan (NTPP) sebesar 0,19% (menjadi 100,76).
Penurunan NTPR yang signifikan (-3,53%) patut menjadi sorotan, terutama karena subsektor ini (dengan It 252,97) biasanya menjadi kontributor kuat NTP Kaltim.
Disinyalir, penurunan indeks harga yang diterima petani perkebunan sebesar 2,90% menjadi faktor utama pelemahan NTPR.
Sementara itu, untuk NTUP, yang mengukur kelayakan usaha tani dengan mengeluarkan komponen konsumsi rumah tangga dan fokus pada BPPBM, penurunan juga terjadi di 3 subsektor: tanaman Perkebunan Rakyat (-2,89%), Hortikultura (-1,45%), dan Peternakan (-1,04%). Kenaikan dialami subsektor Tanaman Pangan (0,70%) dan Perikanan (1,80%).
Secara spasial, Yusniar menyebutkan penurunan NTP Kaltim (-2,25%) merupakan yang terbesar kedua setelah Kalimantan Selatan (-4,77%).
Seluruh provinsi di Kalimantan mengalami penurunan NTP pada April 2025, yang menandakan adanya tekanan ekonomi yang cukup merata di sektor pertanian regional.
Adapun dia menuturkan tren penurunan NTP juga terjadi di tingkat nasional dengan kontraksi sebesar 2,15% pada periode yang sama.