Bisnis.com, MATARAM -- Pertumbuhan ekonomi Nusa Tenggara Barat pada triwulan I/2017 menduduki posisi buncit dari 34 provinsi yang ada di Indonesia.
Posisi tersebut juga menjadi pertumbuhan ekonomi NTB triwulan I terendah dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir.
Badan Pusat Statistik NTB mencatat ekonomi NTB triwulan I/2017 mengalami kontraksi sebesar -4,18% secara year on year jika sektor tambang dimasukkan. Sedangkan tanpa sub kategori pertambangan bijih logam, ekonomi NTB masih mengalami pertumbuhan sebesar 4,59%.
Tambang memang masuk dalam salah satu dalam lima pangsa sektor yang berpengaruh terhadap PDRB NTB pada triwulan I/2017. Setidaknya, 17,3% PDRB NTB berasal dari tambang.
Penyebab kontraksi tersebut inilai akibat tertundanya izin ekspor tambang yang diberikan pemerintah yang menyebabkan menurunnya produksi PT Amman Nusa Tenggara.
Shifting atau mencari alternatif sektor penggerak ekonomi baru harus mulai dilakukan. Bank Indonesia perwakilan NTB menilai, potensi pertanian dan pariwisata NTB saat ini harus dioptimalkan.
Baca Juga
Kepala Perwakilan Bank Indonesia NTB Prijono mengatakan shifting tersebut penting mengingat sektor tambang atau sektor yang berbasis pada potensi sumber daya alam merupakan sektor yang sensitif dan suatu saat dapat habis.
"Memang sektor tambang sangat mewarnai ekonomi NTB tetapi, harus mulai dipikirkan untuk mencari sektor yang lebih sustainable jangan tergantung pada SDA," ujar Prijono kepada Bisnis saat ditemui di kantornya, Rabu (10/5/2017).
Prijono kerap menyebut, potensi NTB di sektor pertanian saat ini cukup menarik untuk dikembangkan.
Selain itu, pertanian juga menjadi sektor potensial penyumbang PDRB NTB atau sekitar 22,8% pada triwulan I/2017.
Kendati mengalami posisi buncit pada triwulan I/2017, Bank Indonesia tetap optimistis pertumbuhan ekonomi NTB pada triwulan II/2017 membaik.
Bahkan, secara umum Prijono menyebut pertumbuhan ekonomi NTB pada 2017 diprediksi meningkat dibanding dengan 2016.
"Secara umum 2017 dapat dikatakan bisa lebih baik dari tahun lalu. Ada beberapa indikator seperti Survei Konsumen yang dilakukan Bank Indonesia yang menunjukkan optimisme dan juga Survei Kegiatan Dunia Usaha," ujar Prijono.
Wakil Gubernur NTB Muhammad Amin menilai ekonomi NTB saat ini masih berada dijalur yang benar.
Ekonomi NTB yang kontraksi pada triwulan I/2017 ini, menurut Amin memang disebabkan oleh kinerja sektor tambang yang tidak semulus sebelumnya.
Amin juga menegaskan, pemerintah daerah sudah memberikan arahan untuk mulai menggarap sektor pertanian, mengingat dari sisi serapan tenaga kerja, pertanian mampu menyerap lebih besar dibandingkan dengan sekor tambang.
"Saya tidak terlalu sepakat jika dikatakan begitu (bergantung dengan tambang). Kalau memang ada tambang tidak apa-apa, tetapi jangan sampai mengabaikan sektor lainnya," ujar Amin.
Selain pertanian, Amin menyebut pariwisata NTB juga patut mendapat perhatian khusus. Tidak sedikit saat ini sumber daya yang dikerahkan untuk membesarkan pariwisata NTB agar bisa bersaing dengan daerah lain di Indonesia.
Multiplier effect yang dimiliki oleh pariwisata secara tidak langsung akan mendongkrak sektor ekonomi lain seperti perdagangan dan pertanian.
Secara umum, struktur perekonomian NTB menurut lapangan usaha atau kategori pada triwulan I/2017 didominasi oleh tiga kategori utama yaitu: Pertanian, Kehutanan dan Perikanan (22,76%); Pertambangan dan Penggalian (17,27%) dan Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor (13,37%).
Lapangan usaha atau kategori pertambangan dan penggalianlah yang merupakan satu-satunya lapangan usaha atau kategori yang memiliki pertumbuhan negatif yaitu sebesar -28,28%.
Sedangkan lapangan usaha atau kategori yang menjadi pendorong kegiatan ekonomi dengan tumbuh positif antara lain Jasa Keuangan (11,34%), diikuti Informasi dan komunikasi (8,91%) dan Jasa Perusahaan (6,35%).
Optimisme perlu tetap dijaga, program perlu terus dijalankan agar ekonomi yang buncit bisa merangkak kembali untuk bisa bangkit.