Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harapan Kaltim Kejar Produksi Sawit Riau Jadi yang Tertinggi Nasional

Kaltim berambisi menyaingi Riau dalam produksi CPO dengan intensifikasi, percepatan PSR, dan penguatan kapasitas pekebun, meski target jangka pendek belum realistis.
Kalimantan Timur berambisi meningkatkan posisinya dari peringkat keenam menjadi pesaing utama Riau dalam produksi Crude Palm Oil (CPO) nasional. / Bisnis-Annasa Rizki Kamalina
Kalimantan Timur berambisi meningkatkan posisinya dari peringkat keenam menjadi pesaing utama Riau dalam produksi Crude Palm Oil (CPO) nasional. / Bisnis-Annasa Rizki Kamalina
Ringkasan Berita
  • Kalimantan Timur berambisi meningkatkan produksi Crude Palm Oil (CPO) untuk bersaing dengan Riau melalui intensifikasi dan percepatan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).
  • Optimalisasi lahan berizin yang belum termanfaatkan dan intensifikasi melalui replanting serta penggunaan bibit unggul menjadi strategi utama Kaltim untuk meningkatkan produktivitas.
  • Hambatan seperti usia tanaman yang tidak optimal, keterbatasan akses modal dan teknologi, serta infrastruktur yang kurang mendukung menjadi tantangan utama dalam meningkatkan produksi sawit di Kaltim.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, BALIKPAPAN — Kalimantan Timur berambisi meningkatkan posisinya dari peringkat keenam menjadi pesaing utama Riau dalam produksi Crude Palm Oil (CPO) nasional.

Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Kalimantan Timur Rachmat Perdana Angga menyatakan langkah ini ditempuh melalui strategi intensifikasi dan percepatan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).

"Berdasarkan data terakhir, Kalimantan Timur memiliki luas perkebunan kelapa sawit lebih kurang 1,48–1,57 juta ha, menempatkan provinsi ini pada peringkat keempat secara nasional dalam luas lahan," kata Rachmat Perdana Angga dalam keterangan resmi, Senin (25/8/2025).

Dia menambahkan, dari aspek produksi CPO, Kaltim tertahan di peringkat keenam dengan volume 4,2 hingga 4,6 juta ton per tahun. 

Sementara itu, Riau memimpin dengan menguasai 3,4 juta hektare dan menghasilkan 9,2 juta ton CPO secara tahunan.

Angga menyebutkan, dari 263 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan luas 2,25 juta hektare yang tercatat di Dinas Perkebunan Kaltim, sebagian besar lahan belum semuanya ditanami sawit.

"Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar lahan dengan izin belum semuanya digunakan untuk penanaman sawit," katanya. 

Kendati demikian, Angga mengungkapkan pihaknya menerapkan 2 pendekatan guna menghadapi keterbatasan ekspansi akibat moratorium izin baru dan komitmen keberlanjutan. 

Di satu sisi, optimalisasi lahan berizin yang belum termanfaatkan (ekstensifikasi terbatas) menjadi prioritas utama. 

Sementara itu di sisi lain, intensifikasi melalui replanting, penggunaan bibit unggul, praktik agronomi modern, dan efisiensi rantai pasok diperkuat secara masif.

Lebih lanjut, skema pendanaan PSR dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) telah tersedia dan perlu dimaksimalkan untuk mempercepat program peremajaan tanaman.

Faktanya, beberapa faktor krusial menyebabkan produktivitas Kaltim stagnan. Pertama, komposisi usia tanaman yang belum menghasilkan relatif tinggi dibandingkan provinsi lain. 

Kedua, banyak tanaman produktif telah melampaui usia optimal (lebih dari 25 tahun).

Dia menjelaskan, struktur kepemilikan juga berpengaruh signifikan, porsi kebun rakyat yang cukup tinggi dengan akses terbatas pada modal, teknologi, dan bibit unggul menjadi tantangan tersendiri. 

Akibatnya, sebagian lahan menggunakan material genetik suboptimal dengan praktik agronomi yang belum merata dalam hal perawatan, pemupukan presisi, pengendalian hama penyakit, dan ketepatan waktu panen.

Tidak kalah penting, Angga mengatakan kendala infrastruktur berupa jarak angkut dan kualitas dapat menurunkan rendemen produksi CPO. 

Selain itu, realisasi PSR yang belum merata akibat hambatan administratif turut memperlambat proses replanting.

Lebih lanjut, Angga memaparkan pihaknya tengah berupaya mengimplementasikan program komprehensif untuk pekebun dan perusahaan anggota. 

Untuk petani, fokus diarahkan pada percepatan PSR pekebun swadaya melalui percepatan administrasi dan pendampingan oleh perusahaan anggota GAPKI. 

Selain itu, pelatihan lapangan intensif mencakup pemupukan presisi, manajemen hama, pencatatan panen, dan rekomendasi pupuk berbasis uji tanah dan daun.

Sementara itu, untuk perusahaan anggota, GAPKI menyediakan coaching clinic dan peningkatan kapasitas meliputi perbaikan rantai pasok. 

Kemudian, infrastruktur jalan kebun, handling FFB, efisiensi mill, dan sertifikasi ISPO untuk memperluas akses pasar dan memenuhi standar keberlanjutan.

"Dengan fokus pada intensifikasi, percepatan PSR, dan penguatan kapasitas pekebun, Kaltim memiliki peluang besar untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing CPO di pasar global," ujar dia.

Namun, dia mengakui bahwa target menyalip Riau dalam jangka pendek belum realistis mengingat keunggulan historis dan struktur industri sawit Riau yang sudah lebih matang.

Adapun dalam perspektif jangka panjang 5 sampai dengan 10 tahun ke depan, target ambisius tersebut tetap memungkinkan tercapai. 

Syaratnya, semua komponen pendukung berupa regulasi, investasi, pendampingan petani, serta penguatan infrastruktur harus dikonsolidasikan secara terpadu dan berkelanjutan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro