Bisnis.com, BALIKPAPAN -- Indonesia dinilai belum optimal dalam pemanfaatan limbah batu bara yang fungsional.
Di negara maju seperti Amerika Serikat, India, China, dan Jepang mereka menyerap fly ash, bottom ash, dan gipsum sebagai bahan pembuatan jalan, jembatan, paving blok, semen, dan sebagainya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia Hendra Sinadia pun mengungkapkan bahwa di negara lain limbah batu bara tidak dianggap sebagai limbah B3 atau bahan berbahaya dan beracun.
Limbah batu bara, abu batu bara itu bisa digunakan untuk bahan konstruksi di berbagai negara.
"Cuma di sini saja dianggapnya sebagai B3. Ini kan jadi masalah. Padahal di negara-negara lain seperti di Jepang. Limbah batu bara itu dijadikan bahan konstruksi, bahan bendungan, jalan. Jumlahnya besar, bisa dimanfaatkan sebenarnya,” ungkapnya Selasa (3/12/2019).
Peneliti Alpha Research Database, Ferdy Hasiman juga mengungkapkan bahwa secara teoritis batu bara mengandung karbon yang tinggi dan unsur polutannya besar.
Namun resiko itu bisa diminimalisir dengan manajemen yang mengelola PLTU dengan baik.
“Maka itu, perusahaan-perusahaan yang masuk dalam pengelolaan PLTU harus benar benar dikawal benar oleh Kemen LH dengan kerjasama Kementerian ESDM,” tegas Ferdy.
Sejalan dengan pertimbangan di atas, setiap PLTU yang ada di Indonesia sudah semestinya dilengkapi dengan Super Critical Represitator untuk mengurangi dan meminimalisasi sebaran fly ash buttom ash.
Menurutnya, manajemen pengelola PLTU sudah dari awal mengukur efek dan dampak jika terjadi kerusakan lingkungan hidup.
"Sejak awal memang kalau kajian awalnya sudah merusak lingkungan hidup pasti tidak akan dikasih AMDAL oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan pasti akan diberi teguran-teguran," ujarnya.