Bisnis.com, BALIKPAPAN - Tingkat hunian kamar di Provinsi Kalimantan Timur mengalami penurunan seiring lesunya sektor pertambangan.
Sekretaris Jendral Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Kalimantan Timur HM Zulkifli mengatakan, tingkat penghunian kamar (TPK) sepanjang 2015 hanya sekitar 45%.
"Rerata untuk hotel bintang 4 dan 5 sebesar 45% huniannya selama 1 tahun. Yang tinggi hotel bintang 2 dan 3 yang sebesar 60%," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (21/1/2016).
Penurunan okupasi industri perhotelan di Kalimantan Timur disebabkan oleh lesunya perekonomian dan harga migas serta batu bara yang merosot.
Pasalnya, sektor tambang menjadi primadona Kalimantan Timur sehingga lesunya sektor ini juga turut menghantam pada sektor perhotelan.
Zulkifli menuturkan, sebelum sektor pertambangan lesu, tingkat okupansi seluruh hotel di Kaltim bisa mencapai lebih dari 70%.
Selain lesunya sektor tambang, penurunan tingkat hunian kamar sepanjang tahun lalu juga disebabkan adanya kebijakan pelarangan rapat di hotel.
"Yang terasa effect domino keputusan melarang rapat di hotel. Beberapa kantor masih belum berani mengadakan di hotel, kegiatan dilakukan di tempat milik pemerintah sendiri,"
Dia merinci, tingkat hunian kamar sepanjang 2015 untuk hotel bintang 1 sebesar 22,94%, bintang 2 sebesar 59,33%, bintang 3 sebesar 72,84%, bintang 4 sebesar 54,43% dan bintang 5 sebesar 38,56%.
Menurut Zulkifli, untuk meningkatkan pendapatan perhotelan ditengah ekonomi yang melesu perlu dilakukan sejumlah terbosan oleh masing-masing pemilik hotel. Terobosan tersebut seperti menggelar banyak kegiatan atau event masing-masing hotel.
"Jangan berharap pada tingkat hunian kamar tapi harus mencari kue-kue yang lain seperti pengadaan event seminar yang levelnya nasional atau promosi wisata yang akan berdampak pada pendapatan hotelnya,"
Tentunya, untuk meningkatkan hunian kamar maupun jumlah wisatawan di Kaltim diperlukan kerja sama antara pemerintah dengan asosiasi industri di sektor pariwisata.
Zulkifli berharap agar pemerintah dapat melibatkan asosiasi yang ada di Timur Kalimantan ini untuk meningkatkan sektor pariwisata.
"Harus didorong sinergi asosiasi dengan pemerintah. Asosiasi harus dilibatkan. Misalnya untuk meningkatkan jumlah wisatawan, pemerintah kerjasama dengan ASITA dan Badan Promosi Pariwisata Kaltim,"
Selain itu, pemerintah diminta untuk memperbaiki aksebilitas atau jangkauan ke tempat objek wisata. Pasalnya, masih banyak objek wisata di Kaltim belum memiliki infrastruktur yang layak.
"Kalau ada aktraksi tiap hotel, akomodasi siap, aksebilitasnya juga siap, dan ada sinergi, saya yakin okupansi hotel di Kaltim bisa mencapai lebih dari 70%,"
Ketua Badan Pengurus Cabang (BPC) PHRI Balikpapan Yulidar Gani mengatakan, okupansi hotel di Balikpapan sepanjang tahun lalu mengalami penurunan yang signifikan.
Sepanjang 2015, tingkat hunian kamar hotel di wilayah Balikpapan hanya berkisar di angka 20% hingga 50%. Pada tahun sebelumnya, tingkat hunian kamar di wilayah Balikpapan dapat mencapai 70% hingga 90%.
"Sebetulnya, sebelum harga batubara dan migas itu jatuh, tingkat hunian kamar di Balikpapan sendiri bisa mencapai 70% hingga 90%. Sejak ada penurunan harga tambang yang jatuh ya otomatis terjadi penurunan cukup banyak rerata 30% dari variabel 20% hingga 50%,"
Yulidar mengakui, turunnya okupansi hotel di Balikpapan merupakan dampak dari perekonomian yang lesu dan anjloknya harga migas serta batu bara.
Kendati demikian, pihaknya optimistis sektor pertambangan di Kaltim akan kembali pulih sehingga dapat mendorong sektor pariwisata.
Apalagi, sejumlah proyek besar tengah dilakukan di Kalimantan seperti pembangunan pabrik besar untuk pengolahan kelapa sawit, perluasan kilang minyak dan sejumlah pembangunan infrastruktur sehingga diyakini dapat memulihkan keadaan ekonomi di Kaltim.
"Saya berharap dengan adanya sejumlah proyek besar di Kaltim akan berdampak pada sektor perhotelan dan pariwisata. Okupansi tahun ini, saya kira akan berada di atas 50%, sekitar 60% lah harapan kami,"